Kutipan Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari - Ekofeminisme

Di sini hanya berisi kutipan. Secuil dari seluruh isi buku. Jangan mudah silau oleh kutipan. Selami bukunya dan pahami sendiri makna tiap kalimatnya. Semoga kutipan dalam buku ini bisa memotivasi pembaca untuk membaca sendiri isi buku yang disajikan di sini. 
Selamat membaca.
☺️☺️☺️

Perubahan iklim global terjadi karena campur tangan manusia yang seringkali tidak menghargai alam. Bahkan program-program pembangunan seringkali juga melanggar aturan analisis dampak lingkungan. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, akibatnya akan sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya. Maka, menjadi tanggungjawab kita semua untuk menghentikan eksploitasi dan perusakan alam yang berlebihan.
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 16-17

..., menurut ekofeminisme, alam juga melakukan perlawanan, sehingga setiap hari manusia pun termiskinkan sejalan dengan penebangan pohon dihutan dan kepunahan binatang spesies demi spesies. Untuk menghindari terjadinya itu semua, maka menurut ekofeminisme, manusia harus memperkuat hubungan satu dengan yang lain dan hubungan dengan dunia selain dunia manusia (Tong, 2006:11)
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 21

...bahwa ekofeminisme berada dalam dua disiplin yang saling berkaitan, yaitu ekologi yang memfokuskan perhatian pada isu-isu alam dan lingkungan, dan feminisme, yang memberikan perhatian secara khusus pada isu-isu gender.
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 25

Alam dan perempuan dalam masyarakat patriarki dipandang sebagai objek dan properti yang layak dieksploitasi. (Candraningrum, 2013:4)
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 36

Perampok atau serdadu itu memperkosa. Tapi seorang satria atau gentleman sejati bersetubuh dengan perempuan dalam hubungan dialogis. (Utami, 2008: 81)
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 45

Ekofeminisme memandang bahwa eksploitasi alam sebagai wujud dari kapitalisme bumi merupakan produk patriarki yang memandang alam dan seisinya sebagai sumber kapital dan investasi. (Candraningrum, 2013: 5)
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 48

Anak, dengar mama pu (punya) cerita. Hidup mama sekarang susah. Pohon-pohon sagu ditebang diganti kelapa sawit. Tarada (tak ada) bahan makanan lagi. Mama tara (tak) bisa buat bola-bola sagu untuk keluarga. Mama tara bisa buat pesta adat lagi, tarada bahan-bahan untuk obat kalau keluarga sakit. Tarada bahan-bahan untuk membuat pakaian untuk menari adat, membuat noken dan anyaman. Kitorang tak makan kelapa sawit ka (bukan)?
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 55

Merusak tanah dan hutan, dengan demikian bermakna membunuh kehidupan dan mencegah lahirnya generasi berikutnya.
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 56

Seperti dikemukakan oleh Tong (2006:360) bahwa jika laki-laki telah diberi kekuasaan atas alam, maka ia memunyai kendali tidak saja atas alam, tetapi juga atas perempuan.
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 59

Manusia dengan semena-mena melukai alam tanpa menyadari hal tersebut akan menjadi bom bunuh diri bagi manusia sendiri.
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 66

Sudah lama aku merasa tempat ini tak punya lagi masa depan. Selama manusia masih menjadi penguasa, planet ini akan disedot hingga tetes air terakhir hingga molekul oksigen habis tak bersisa di udara. Kami adalah virus. Virus akan membunuh inangnya hingga inangnya mati dan ia ikut binasa (Dee, 2012: 375-376)
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 67

Itu pula sebabnya, ia sangat suka dan mencintai pekerjaannya karena kerja mengajar dan mendidik adalah kerja yang mengandung kehidupan. (Ramoan, 2002:9)
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 72

Kearifan itu yang mebuat warga tidak sembarangan menebang ... Tapi orang-orang yang datang dari kota dengan rakusnya membabat hutan, mengambil pohon, menggali tambang, dan membuka tanah, membakar hutan hingga asap api menutup langit. Anda lihat mendung yang menggantung, bukan mendung mengandung hujan, tap mendung asap api yang datang dari lahan orang kaya dari kota. (Rampan, 1999:30)
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 74

Dekonstruksi adalah konsep yang diperkenalkan oleh Derrida, merupakan aktivitas pembacaan yang membaca teks dengan cara yang samasekali baru (Sarup, 2003: 86) Dekonstruksi berusaha menunjukkan bahwa pemahaman dunia kita mungkin berbeda dari pandangan yang bersandar pada teori-teori yang ada sebelumnya (Sarup, 2003:92) Dekonstruksi adalah suatu metode analisis yang dikembangkan sedemikian rupa sehingga menciptakan satu permainan tanda yang tanpa akhir dan tanpa makna akhir (Piliang, 2012:4) Dengan berpijjak pada konsep dekonstruksi tersebut, maka dalam penelitian ini dekonstruksi disejajarkan dengan perlawanan untuk membongkar kemapanan, perlawanan membongkar nilai-nilai yang selama ini dianggap benar dan sudah semestinya. Melakukan dekonstruksi dengan demikian dipahami sebagai sikap dan tindakan yang membongkar pandangan, ideologi, maupun nilai-nilai yang selama ini telah menguasai kehidupan manusia maupun masyarakat tertentu.
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 92

Kapitalisme bumi karena alam dan seisinya bukan dilihat sebagai mahkluk hidup tetapi sebagai sumber kapital dan fundamen investasi (Candraningrum, 2013: 4-5)
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 93

Karena tidak diberi kesempatan untuk mengikuti sekoah, Irewa yang haus pengetahuan pada akhirnya selalu mendengarkan diluar ruangan semua pelajaran yang diajarkan oleh pendeta Ruben (Herliany, 2006:16). Hal itulah yang menyebabkan Irewa menjadi salah-satu perempuan yang memiliki pengetahuan dan kecerdasan yang berbeda dengan perempuan pada umumnya, sehingga akhirnya dirinya tergugah untuk berani melakukan perlawanan terhadap kuasa patriarki dan berperan sebagai pelopor untuk memberikan penyuluhan kesehatan pada masyarakat sekitarnya dan pedalaman.
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 105

Wanita itu seperti tanah irian ini, Tewer. Subur, padat dengan unsur-unsur yang melimpahkan napas kehidupan bagi segala sesuatu yang tumbuh di atasnya. Bumi pertiwi ini rela memberi segenap isinya sekalipun menjadi objek penderitaan dalam menghadapi keserakahan oknum-oknum tertentu. Hutan diperkosan. Perutnya dibongkar tangan-tangan kotor yang menggasak rakus simpanan emas tembaga dan mineralnya. (Sekarningsih, 2006:270-271)
--Wiyatmi, Maman Suryaman dan Esti Swatikasari, Halaman: 105

Posting Komentar

0 Komentar