Kutipan Paulo Coelho - Sang Alkemis

Di sini hanya berisi kutipan. Secuil dari seluruh isi buku. Jangan mudah silau oleh kutipan. Selami bukunya dan pahami sendiri makna tiap kalimatnya. Semoga kutipan dalam buku ini bisa memotivasi pembaca untuk membaca sendiri isi buku yang disajikan di sini. 
Selamat membaca.
☺️☺️☺️

"Beginilah dusta terbesar itu: bahwa pada satu titik dalam hidup kita, kita kehilangan kendali atas apa yang terjadi pada kita, dan hidup kita jadi dikendalikan oleh nasib. Demikianlah dusta terbesar itu." Begitulah penjelasan bapak tua kepada si anak gembala.

--28.

Orang memang suka bicara yang tidak-tidak, pikir si anak. Kadang-kadang lebih enak bersama domba-domba yang tidak pernah mengatakan apa-apa. Dan lebih enak lagi sendirian  saja bersama buku-buku. Buku-buku memaparkan cerita-cerita yang luar biasa saat kita ingin mendengarnya. Sementara itu orang-orang suka membicarakan hal-hal yang sangat aneh, sampai-sampai kita tidak tahu bagaimana mesti meneruskan percakapan.
--30

"Kalau kau memulai dengan menjanjikan sesuatu yang belum kaumiliki, kau akan kehilangan hasratmu untuk berusaha memperolehnya"
--36

"Hanya ada satu hal yang membuat orang tak bisa meraih impiannya: takut gagal." (Alkemis)
--184

-------------------------------------------------

Akibat mimpi mengenai harta karunnya, Santiago menempuh perjalanan panjang hingga ke piramida-piramida mesir. Dalam perjalanan tersebut, ia menemukan banyak pelajaran hidup. Bahasa dunia, bahasa universal, jiwa dunia dan lain-lain, demikian ia menyebutnya. Pertanda-pertanda mengantarkannya menemui takdir atau impiannya.

"hanya ada satu hal yang membuat orang tak bisa meraih impiannya: takut gagal." (Halaman:184). Demikian petuah sang Alkemis.

Walau mengalami banyak rintangan-rintangan dalam perjalanannya, Santiago tetap berjuang dalam meraih impiannya menemukan harta karun.

Fatima adalah seorang gadis yang ia cintai. Santiago harus meninggalkan Fatima di oasis demi mencapai impian atau takdirnya.

"Kalau aku memang bagian dari mimpimu, suatu hari nanti kau pasti kembali." (Fatima: 128)

Angin mulai bertiup lagi. Levanter, angin yang berembus dari Afrika. Angin itu tidak membawa aroma pada pasir ataupun ancaman penyerbuan bangsa Moor. Angin itu membawa keharuman parfum yang telah begitu dikenalnya, dan ciuman lembut---ciuman yang datang dari jauh, pelan... begitu pelan... menyapu bibirnya.

Anak itu tersenyum. Baru kali itu Fatima memberinya ciuman.

"Tunggu aku, Fatima." katanya. (Baca halaman: 214-215)

Posting Komentar

0 Komentar